Rabu, 27 Juni 2012


PEMANFAATAN SERAT DAUN NANAS SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU TEKSTIL

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Tekstil berasal dari bahasa latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau tenunan. Namun secara umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda yang bahan bakunya berasal dari serat (umumnya adalah kapas, poliester, rayon) yang dipintal (spinning) menjadi benang dan kemudian dianyam/ditenun (weaving) atau dirajut (knitting) menjadi kain yang setelah dilakukan penyempurnaan (finishing) digunakan untuk bahan baku produk tekstil. Produk tekstil disini adalah pakaian jadi (garment), tekstil rumah tangga, dan kebutuhan industri. Serat merupakan bahan baku yang paling utama untuk tekstil. Serat adalah benda padat yang mempunyai ciri atau bentuk khusus yaitu ukuran panjangnya relatif lebih besar dari ukuran lebarnya.
Ketergantungan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia terhadap bahan baku serat impor sangat tinggi. Indonesia mengimpor serat kapas 99,5% dari kebutuhan serat kapas dalam negeri. Keadaan seperti ini berisiko tinggi pada waktu terjadi fluktuasi yang tajam pada harga dan suplai kapas dunia sehingga dapat mengancam kelangsungan industri TPT yang menyerap banyak tenaga kerja. Pemasok kapas utama adalah Amerika dan Australia yang proporsinya lebih dari setengah (51,8%) kebutuhan kapas Indonesia.

Ketergantungan terhadap bahan baku impor perlu dikurangi dengan peningkatan produksi di dalam negeri. Langkah yang dapat ditempuh adalah dengan perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas nasional kapas. Cara lainnya adalah dengan usaha diversifikasi dari bahan lain terutama yang berasal dari dalam negeri. Beberapa jenis tanaman dapat menghasilkan serat yang dapat digunakan untuk tekstil, antara lain: rami, abaka, dan nanas.
Nanas atau Ananas comosus sebagai salah satu alternatif tanaman penghasil serat yang selama ini hanya dimanfaatkan buahnya sebagai sumber bahan pangan. Buah nanas dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan berupa jus, selai, dan buah kaleng, sedangkan daun nanas selama ini hanya menjadi limbah. Sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu tanaman alternatif penghasil serat dengan ekstraksi dari daunnya. Nanas (Ananas comosus L.) umumnya dikenal sebagai sumber bahan pangan berupa buah nanas. Selain itu daun nanas mengandung serat yang cukup potensial sebagai bahan baku tekstil maupun non-tekstil. Potensi produksi serat nanas di Indonesia cukup besar mengingat luas penanaman nanas mencapai 80 ribu hektar. Proses ekstraksi serat nanas dilakukan secara manual maupun dengan mesin dekortikator. Tekstil dari serat nanas memiliki sifat-sifat: sangat kuat, tipis, halus, dan perawatannya mudah. Pemanfaatan serat daun nanas dapat memberikan nilai tambah tanaman nanas sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan petani.

1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk:
·         Memenuhi tugas praktikum Mata Kuliah Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan
·         Mengenal tanaman nanas secara umum
·         Mengetahui kandungan yang terdapat pada daun nenas
·         Mengetahui bahan, alat dan cara kerja pembuatan Tekstil menggunakan serat daun nenas.

1.3   Manfaat

Manfaat dilakukannya praktikum ini adalah
·         Menambah wawasan tentang tanaman nanas secara umum
·         Dapat mengetahui kandungan yang terdapat pada daun nenas
·         Dapat mengetahui tentang pemanfaatan serat daun nenas menjadi alternatif bahan baku tekstil.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Tanaman Nenas
            Nanas merupakan jenis tanaman yang sudah umum dikenal dan mudah ditemukan. Tanaman ini merupakan herba perenial atau bienial, tinggi 50 150 cm, daun memanjang seperti pedang dengan tepi berduri maupun tidak berduri panjangnya 80 150 cm. Kultivar utama nanas yang dibudidayakan di dunia adalah 'Smooth Cayenne', 'Red Spanish', 'Queen', dan 'Abacaxi'. Kultivar-kultivar tersebut di Indonesia seringkali diberi nama lokal. Misalnya 'Smooth Cayenne' dikenal di Subang sebagai nanas (danas/ganas) madu, sedangkan di Bogor disebut nanas minyak, namun di Lampung tetap disebut sebagai 'Smooth Cayenne'. Nanas Bogor, Palembang, Pekalongan, Pemalang, dan Blitar termasuk dalam kultivar 'Queen'.
Nanas berasal dari Amerika Selatan yang kemudian dibawa oleh orang-orang Eropa sehingga menyebar ke seluruh dunia baik daerah tropika maupun subtropika. Berbagai nama berbeda diberikan untuk tanaman ini antara lain pineapple (Inggris), ananas dan pina (Spanyol), nanas (Indonesia), dan abacaxi (Portugal). Nanas mudah untuk dibudidayakan, bahan tanam yang biasa digunakan untuk perbanyakan adalah daun mahkota (crown), anakan (sucker), dan tunas samping (slip). Curah hujan optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan adalah sekitar 1.000 1.500 mm per tahun, walaupun demikian dapat juga di daerah dengan curah hujan yang tinggi seperti di Bogor. Nanas merupakan tanaman xerofit dan termasuk dalam golongan Crassulacean Acid Metabolism (CAM) sehingga tanaman ini sangat tahan terhadap kondisi kekeringan.Secara alami, tanaman ini berbunga pada umur 15 22 bulan bergantung pada asal bibit dan kondisi lingkungan. Umur berbunga ini dapat dipercepat dengan perlakuan induksi pembungaan (forcing) menggunakan gas etilen pada umur 7 12 bulan. Panen dilakukan ketika buah berumur 148 152 hari setelah pembungaan.
Budi daya tanaman nanas di Indonesia pada umumnya berupa perkebunan rakyat dalam skala kecil dan perkebunan besar swasta. Daerah-daerah yang sudah lama dikenal sebagai produsen nanas adalah Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Barat (Subang dan Bogor), dan Jawa Timur (Blitar). Budi daya di perkebunan besar dilakukan secara lebih intensif dibandingkan dengan perkebunan rakyat. Nilai ekonomi komoditas ini relatif rendah sehingga di perkebunan rakyat umumnya diusahakan secara kurang intensif. Rendahnya nilai ekonomi ini disebabkan oleh tingkat harga rendah dan umur panen yang terlalu panjang.
Peningkatan daya saing komoditas tanaman nanas dapat ditempuh dengan pemanfaatan biomassa tanaman yang selama ini belum dilakukan. Selain menghasilkan biomassa berupa buah, tanaman ini juga membentuk akar, batang, dan daun. Selama ini biomassa berupa daun belum dimanfaatkan secara optimal. Bagian ini biasanya hanya dibuang dan tidak memiliki nilai ekonomi, meskipun daun nanas mengandung serat yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku tekstil.
Pengambilan serat daun nanas pada umumnya dilakukan pada usia tanaman berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang berasal dari daun nanas yang masih muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat yang dihasilkan dari tanaman nanas yang terlalu tua, terutama tanaman yang pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh (short, coarse and brittle fibre). Oleh sebab, itu untuk mendapatkan serat yang kuat, halus dan lembut perlu dilakukan pemilihan pada daun-daun nanas yang cukup dewasa yang pertumbuhannya sebagian terlindung dari sinar matahari.
                                                                                                  
2.2. Pertekstilan
Tekstil berasal dari bahasa latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau tenunan. Namun secara umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda yang bahan bakunya berasal dari serat (umumnya adalah kapas, poliester, rayon) yang dipintal (spinning) menjadi benang dan kemudian dianyam/ditenun (weaving) atau dirajut (knitting) menjadi kain yang setelah dilakukan penyempurnaan (finishing) digunakan untuk bahan baku produk tekstil. Produk tekstil disini adalah pakaian jadi (garment), tekstil rumah tangga, dan kebutuhan industri.
Sejarah pertekstilan Indonesia dapat dikatakan dimulai dari industri rumahan tahun 1929 dimulai dari sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting) dengan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw atau yang dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk), dan selendang. Penggunaan ATBM mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan pada tahun 1939 di Majalaya-Jawa Barat, dimana di daerah tersebut mendapat pasokan listrik pada tahun 1935. Dan sejak itu industri TPT Indonesia mulai memasuki era teknologi dengan menggunakan ATM.
Tahun 1960-an, sesuai dengan iklim ekonomi terpimpin, pemerintah Indonesia membentuk Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) yang antara lain seperti OPS Tenun Mesin; OPS Tenun Tangan; OPS Perajutan; OPS Batik; dan lain sebagainya yang dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Tekstil dimana pengurus GPS Tekstil tersebut ditetapkan dan diangkat oleh Menteri Perindustrian Rakyat.

2.3. Extraksi Serat Daun Nanas
Secara tradisional usaha pemanfaatan daun nanas untuk diambil seratnya sudah lama dilakukan. Beberapa suku pedalaman di Indonesia sudah memanfaatkan serat nanas dan bahkan sampai sekarang sudah berkembang seperti di Bali dan Pekalongan. Selain itu telah banyak juga dimanfaatkan di Philipina, Cina, India, Taiwan, dan Afrika. Serat nanas ini digunakan sebagai tekstil kasar, sepatu, topi, jaring, dan pakaian dalam. Serat yang bermutu baik dihasilkan dari daun yang sudah matang. Daun matang ini ditandai dengan kemasakan pada buahnya, yaitu pada waktu tanaman berumur 12 sampai 18 bulan.
Pemisahan atau pengambilan serat nanas dari daunnya (fiber extraction) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan tangan (manual) ataupun dengan peralatan decorticator. Cara yang paling umum dan praktis adalah dengan proses water retting dan scraping atau secara manual. Water retting adalah proses yang dilakukan oleh micro-organism (bacterial action) untuk memisahkan atau membuat busuk zat-zat perekat (gummy substances) yang berada disekitar serat daun nanas, sehingga serat akan mudah terpisah dan terurai satu dengan lainnya. Proses retting dilakukan dengan cara memasukkan daun-daun nanas kedalam air dalam waktu tertentu. Karena water retting pada dasarnya adalah proses micro-organisme, maka beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses ini, antara lain kondisi dari retting water, pH air, temperatur, cahaya, perubahan kondisi lingkungan, aeration, macro-nutrients, jenis bacteri yang ada dalam air, dan lamanya waktu proses.
Daun-daun nanas yang telah mengalami proses water retting kemudian dilakukan proses pengikisan atau pengerokan (scraping) dengan menggunakan plat atau pisau yang tidak tajam untuk menghilangkan zat-zat yang masih menempel atau tersisa pada serat, sehingga serat-serat daun nanas akan lebih terurai satu dengan lainnya. Serat-serat tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan. Karena dilakukan dengan tangan (manual), proses water retting dan terutama pada proses scraping diperlukan keahlian dan kesabaran seseorang untuk mengerjakannya. Penelitian menunjukkan kadang proses water retting ini akan menghasilkan warna serat daun nanas yang kecoklat-coklatan akibat adanya proses micro-organism yang tumbuh pada serat tersebut, yang pada umumnya dikenal dengan istilah rust atau karat.
Cara extraction serat daun nanas dapat juga dilakukan dengan peralatan yang disebut mesin Decorticator, prosesnya disebut dengan dekortikasi. Mesin decorticator terdiri dari suatu cylinder atau drum yang dapat berputar pada porosnya. Pada permukaan cylinder terpasang beberapa plat atau jarum-jarum halus (blades) yang akan menimbulkan proses pemukulan (beating action) pada daun nanas, saat cylinder berputar. Gerakan perputaran cylinder dapat dilakukan secara manual (tenaga manusia) atau menggunakan motor listrik. Saat cylinder berputar, daun-daun nanas, sambil dipegang dengan tangan, disuapkan diantara cylinder dan pasangan rol dan plat penyuap. Karena daun-daun nanas yang disuapkan mengalami proses pengelupasan, pemukulan dan penarikan (crushing, beating and pulling action) yang dilakukan oleh plat-plat atau jarum-jarum halus (blades) yang terpasang pada permukaan cylinder selama berputar, maka kulit daun ataupun zat-zat perekat (gummy substances) yang terdapat disekitar serat akan terpisah dengan seratnya.
Pada setengah proses decorticasi dari daun nanas yang telah selesai, kemudian dengan pelan, daun nanas ditarik kembali. Dengan cara yang sama ujung daun nanas yang belum mengalami proses decorticasi disuapkan kembali ke cylinder dan pasangan rol penyuap. Kecepatan putaran cylinder, jarak setting antara blades dan rol penyuap, serta kecepatan penyuapan akan mempengaruhi terhadap keberhasilan dan kualitas serat yang dihasilkan.
Untuk memudahkan pemisahan zat-zat yang ada disekitar serat dan menghindari kerusakan pada serat, proses decorticasi sebaiknya dilakukan pada kondisi daun dalam keadaan segar dan basah (wet condition). Daun-daun nanas yang telah mengalami proses dekortikasi, kemudian dicuci dan dikeringkan melalui sinar matahari, atau dapat dilakukan dengan cara-cara yang lain.

3.4. Sifat Serat Daun Nenas
Sifat serat yang penting terkait dengan pemintalannya menjadi benang adalah keuletan (tenacity), daya mulur (elongation), kehalusan (fineness), kebersihan (cleanliness), kekakuan (stiffness), panjang (length), dan permukaan (surface) (Nebel, 1995). Sifat-sifat dasar benang dan kain yang baik adalah memiliki panjang cukup dan kehalusan baik, kekuatan tarik sedang, dan dapat dilipat.
Selain itu masih ada persyaratan lain untuk pemakaian yaitu memiliki daya serap terhadap zat warna yang baik, tahan terhadap kondisi asam dan alkali, serta tahan terhadap perubahan suhu dan sinar matahari (Hartanto dan Watanabe, 2003). Kandungan serat nanas terdiri dari selulose (56 62%), hemiselulose (16 19%), pektin (22,5%), lignin (9 13%), lemak dan lilin (4 7%), air terlarut (1 1,5%), dan abu (2 3%) (Chongwen, 2001). Kandungan pektin, hemiselulose, dan lignin sangat menentukan kemudahannya dalam pemisahan bundel serat (Kessler et al., 1999).
Lignin dan pektin merupakan bahan yang lengket dan berpengaruh terhadap sifat keuletan sehingga tidak dikehendaki keberadaannya (Nebel, 1995) Sel tunggal serat nanas memiliki diameter 7 18μm dan panjang 3 8 mm (Chongwen, 2001), jika dilihat dari kebutuhan untuk penggunaan umum dalam industri tekstil diameternya sekitar 10 30 μm serat ini sudah memenuhi persyaratan (Hartanto dan Watanabe, 2003). Sifat-sifat fisik serat nanas sebagai dalam bundel serat memiliki kehalusan 2,5 5,5 tex, panjang 10 90 mm, daya mulur 3,42%, keuletan 42,6 CN/tex, modulus 10,2 CN/tex, dan masa jenis 1,543 g/cm3. Daya mulur serat nanas lebih rendah dibandingkan serat kapas (8,5%).
Serat nanas lebih higroskopies jika dibandingkan serat dari kapas, abaka, dan yute. Sifat ini menunjukkan kemampuan serat untuk mengikat uap air yang pada akhirnya menentukan kenyamanan pada pakaian. Kapas hanya mampu menyerap sekitar 7 8% sedangkan nanas lebih dari 10%. Kain dari serat daun nanas memiliki sifatsifat kenampakan yang baik, mirip linen atau sutera, berwarna putih, lembut dan ringan, kuat, elegan, mudah dalam perawatan, dapat menyerap pewarna kain, dan sangat kuat.

2.5. Prospek Serat Nenas
Prospek serat nanas di Indonesia cukup bagus mengingat luas panen yang begitu besar yaitu sekitar 80 ribu hektar (FAO, 2004). Berat biomassa daun yang dihasilkan dari setiap hektar adalah 100 130 ton pada populasi 50 60 ribu tanaman (Sobir-Pusat Kajian Buah Tropika Institut Pertanian Bogor (PKBT-IPB), komunikasi pribadi). Chongwen (2001) menyatakan kandungan serat pada daun nanas adalah sekitar 3%. Berdasarkan kedua hal tersebut maka jumlah serat yang dapat dihasilkan adalah sekitar 3 3,9 ton/ha. Angka-angka tersebut memperlihatkan besarnya potensi nanas sebagai sumber bahan baku serat.
Daun nanas merupakan limbah dari budi daya nanas sehingga harga bahan bakunya murah. Pada sisi yang lain pemanfaatan serat daun tanaman ini dapat meningkatkan pendapatan petani dengan memberikan nilai tambah terhadap bahan yang biasanya belum memiliki nilai ekonomi. Sebagai gambaran misalnya produk kain batik serat nanas dari perajin di Pekalongan mencapai harga 1,5 3 juta rupiah untuk kain berukuran 2,56 m x 1,15 m. Harga mahal ini disebabkan keterbatasanbahan baku dan permasalahan teknis pemrosesan menjadi kain yang masih tradisional. Disini terlihat bahwa nilai ekonomi kain dari serat nanas cukup bagus. Ketersediaan teknologi untuk pengolahan serat nanas dari proses ekstraksi serat, pemintalan, dan penenunan belum memadai.
Teknologi yang ada pada saat ini pada umumnya dirancang untuk serat kapas. Serat nanas memerlukan perlakuan kimiawi terlebih dulu berupa degumming atau modifikasi untuk menghilangkan bahan nonselulose agar dapat terikat serat tunggal menjadi bundel serat. Setelah mengalami perlakuan kimiawi, maka serat ini dapat dipintal pada mesin pintal rami maupun kapas menjadi benang yang baik. 
Kultivar-kultivar nanas yang ada pada saat ini tidak seluruhnya menghasilkan serat dengan mutu yang baik. Di Philipina misalnya, serat nanas yang baik berasal dari 'Red Spanish' atau 'Perolera' dengan memangkas buah pada waktu muda. Berbeda dengan di Pekalongan dan Pemalang, Jawa Tengah, kultivar yang digunakan adalah 'Queen' yang dibudidayakan untuk menghasilkan buah dan serat dari daun sekaligus. 'Smooth Cayenne' merupakan contoh kultivar yang kurang bagus kualitas seratnya. Beragamnya kultivar tanaman nanas dan mutu serat yang dihasilkan memerlukan pemuliaan tanaman dan kajian-kajian lain. Pemuliaan tanaman nanas ditujukan untuk mendapatkan kultivar nanas yang sesuai. Artinya, menghasilkan serat yang memenuhi persyaratan untuk bahan baku tekstil dengan produktivitas serat tinggi selain itu juga menghasilkan buah yang baik mutunya.








BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Tekstil berasal dari bahasa latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau tenunan. Namun secara umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda yang bahan bakunya berasal dari serat (umumnya adalah kapas, poliester, rayon) yang dipintal (spinning) menjadi benang dan kemudian dianyam/ditenun (weaving) atau dirajut (knitting) menjadi kain yang setelah dilakukan penyempurnaan (finishing) digunakan untuk bahan baku produk tekstil.
Nanas (Ananas comosus L.) umumnya dikenal sebagai sumber bahan pangan berupa buah nanas. Selain itu daun nanas mengandung serat yang cukup potensial sebagai bahan baku tekstil maupun non-tekstil.
Serat nanas ini digunakan sebagai tekstil kasar, sepatu, topi, jaring, dan pakaian dalam. Serat yang bermutu baik dihasilkan dari daun yang sudah matang. Daun matang ini ditandai dengan kemasakan pada buahnya, yaitu pada waktu tanaman berumur 12 sampai 18 bulan.
Sifat serat yang penting terkait dengan pemintalannya menjadi benang adalah keuletan (tenacity), daya mulur (elongation), kehalusan (fineness), kebersihan (cleanliness), kekakuan (stiffness), panjang (length), dan permukaan (surface) (Nebel, 1995). Sifat-sifat dasar benang dan kain yang baik adalah memiliki panjang cukup dan kehalusan baik, kekuatan tarik sedang, dan dapat dilipat.
Pemuliaan tanaman nanas ditujukan untuk mendapatkan kultivar nanas yang sesuai. Artinya, menghasilkan serat yang memenuhi persyaratan untuk bahan baku tekstil dengan produktivitas serat tinggi selain itu juga menghasilkan buah yang baik mutunya.



3.2. Saran
Untuk saran, diharapkan pada setiap anggota kelompok lebih aktif dan berperan serta dalam pembuatan suatu tugas yang diberikan oleh dosen. Agar tujuan dari yang diharapkan bisa tercapai setelah pembelajaran.



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar