PEMANFAATAN
SERAT DAUN NANAS SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU TEKSTIL”
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tekstil
berasal dari bahasa latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau tenunan.
Namun secara umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda yang bahan
bakunya berasal dari serat (umumnya adalah kapas, poliester, rayon) yang
dipintal (spinning) menjadi benang dan kemudian dianyam/ditenun (weaving) atau
dirajut (knitting) menjadi kain yang setelah dilakukan penyempurnaan
(finishing) digunakan untuk bahan baku produk tekstil. Produk tekstil disini
adalah pakaian jadi (garment), tekstil rumah tangga, dan kebutuhan industri. Serat
merupakan bahan baku yang paling utama untuk tekstil. Serat adalah benda padat
yang mempunyai ciri atau bentuk khusus yaitu ukuran panjangnya relatif lebih
besar dari ukuran lebarnya.
Ketergantungan industri tekstil dan
produk tekstil (TPT) Indonesia terhadap bahan baku serat impor sangat tinggi.
Indonesia mengimpor serat kapas 99,5% dari kebutuhan serat kapas dalam negeri.
Keadaan seperti ini berisiko tinggi pada waktu terjadi fluktuasi yang tajam
pada harga dan suplai kapas dunia sehingga dapat mengancam kelangsungan
industri TPT yang menyerap banyak tenaga kerja. Pemasok kapas utama adalah
Amerika dan Australia yang proporsinya lebih dari setengah (51,8%) kebutuhan
kapas Indonesia.
Ketergantungan terhadap bahan baku impor
perlu dikurangi dengan peningkatan produksi di dalam negeri. Langkah yang dapat
ditempuh adalah dengan perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas
nasional kapas. Cara lainnya adalah dengan usaha diversifikasi dari bahan lain
terutama yang berasal dari dalam negeri. Beberapa jenis tanaman dapat
menghasilkan serat yang dapat digunakan untuk tekstil, antara lain: rami,
abaka, dan nanas.
Nanas atau Ananas comosus sebagai
salah satu alternatif tanaman penghasil serat yang selama ini hanya dimanfaatkan
buahnya sebagai sumber bahan pangan. Buah nanas dikonsumsi dalam bentuk segar
maupun olahan berupa jus, selai, dan buah kaleng, sedangkan daun nanas selama
ini hanya menjadi limbah. Sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
tanaman alternatif penghasil serat dengan ekstraksi dari daunnya. Nanas (Ananas
comosus L.) umumnya dikenal sebagai sumber bahan pangan berupa buah nanas.
Selain itu daun nanas mengandung serat yang cukup potensial sebagai bahan baku
tekstil maupun non-tekstil. Potensi produksi serat nanas di Indonesia cukup
besar mengingat luas penanaman nanas mencapai 80 ribu hektar. Proses ekstraksi
serat nanas dilakukan secara manual maupun dengan mesin dekortikator. Tekstil
dari serat nanas memiliki sifat-sifat: sangat kuat, tipis, halus, dan
perawatannya mudah. Pemanfaatan serat daun nanas dapat memberikan nilai tambah
tanaman nanas sehingga berpotensi meningkatkan pendapatan petani.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah untuk:
·
Memenuhi tugas praktikum Mata Kuliah Ekonomi
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
·
Mengenal tanaman nanas secara umum
·
Mengetahui kandungan yang terdapat pada daun nenas
·
Mengetahui bahan, alat dan cara kerja pembuatan Tekstil
menggunakan serat daun nenas.
1.3
Manfaat
Manfaat dilakukannya praktikum ini
adalah
·
Menambah wawasan tentang tanaman nanas secara umum
·
Dapat mengetahui kandungan yang terdapat pada daun nenas
·
Dapat mengetahui tentang pemanfaatan
serat daun nenas menjadi alternatif bahan baku tekstil.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Tanaman Nenas
Nanas merupakan jenis tanaman yang
sudah umum dikenal dan mudah ditemukan. Tanaman ini merupakan herba perenial
atau bienial, tinggi 50 150 cm, daun memanjang seperti pedang dengan tepi
berduri maupun tidak berduri panjangnya 80 150 cm. Kultivar utama nanas yang
dibudidayakan di dunia adalah 'Smooth Cayenne', 'Red Spanish', 'Queen', dan
'Abacaxi'. Kultivar-kultivar tersebut di Indonesia seringkali diberi nama
lokal. Misalnya 'Smooth Cayenne' dikenal di Subang sebagai nanas (danas/ganas)
madu, sedangkan di Bogor disebut nanas minyak, namun di Lampung tetap disebut
sebagai 'Smooth Cayenne'. Nanas Bogor, Palembang, Pekalongan, Pemalang, dan
Blitar termasuk dalam kultivar 'Queen'.
Nanas berasal dari Amerika Selatan yang
kemudian dibawa oleh orang-orang Eropa sehingga menyebar ke seluruh dunia baik
daerah tropika maupun subtropika. Berbagai nama berbeda diberikan untuk tanaman
ini antara lain pineapple (Inggris), ananas dan pina (Spanyol),
nanas (Indonesia), dan abacaxi (Portugal). Nanas mudah untuk
dibudidayakan, bahan tanam yang biasa digunakan untuk perbanyakan adalah daun
mahkota (crown), anakan (sucker), dan tunas samping (slip).
Curah hujan optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan adalah sekitar 1.000
1.500 mm per tahun, walaupun demikian dapat juga di daerah dengan curah hujan
yang tinggi seperti di Bogor. Nanas merupakan tanaman xerofit dan termasuk
dalam golongan Crassulacean Acid Metabolism (CAM) sehingga tanaman ini
sangat tahan terhadap kondisi kekeringan.Secara alami, tanaman ini
berbunga pada umur 15 22 bulan bergantung pada asal bibit dan kondisi
lingkungan. Umur berbunga ini dapat dipercepat dengan perlakuan induksi
pembungaan (forcing) menggunakan gas etilen pada umur 7 12 bulan. Panen
dilakukan ketika buah berumur 148 152 hari setelah pembungaan.
Budi daya tanaman nanas di Indonesia
pada umumnya berupa perkebunan rakyat dalam skala kecil dan perkebunan besar
swasta. Daerah-daerah yang sudah lama dikenal sebagai produsen nanas adalah
Sumatra Selatan, Lampung, Jawa Barat (Subang dan Bogor), dan Jawa Timur
(Blitar). Budi daya di perkebunan besar dilakukan secara lebih intensif
dibandingkan dengan perkebunan rakyat. Nilai ekonomi komoditas ini relatif
rendah sehingga di perkebunan rakyat umumnya diusahakan secara kurang intensif.
Rendahnya nilai ekonomi ini disebabkan oleh tingkat harga rendah dan umur panen
yang terlalu panjang.
Peningkatan daya saing komoditas tanaman
nanas dapat ditempuh dengan pemanfaatan biomassa tanaman yang selama ini belum
dilakukan. Selain menghasilkan biomassa berupa buah, tanaman ini juga membentuk
akar, batang, dan daun. Selama ini biomassa berupa daun belum dimanfaatkan
secara optimal. Bagian ini biasanya hanya dibuang dan tidak memiliki nilai
ekonomi, meskipun daun nanas mengandung serat yang dapat dimanfaatkan untuk
bahan baku tekstil.
Pengambilan serat daun nanas pada umumnya
dilakukan pada usia tanaman berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang
berasal dari daun nanas yang masih muda pada umumnya tidak panjang dan kurang
kuat. Sedang serat yang dihasilkan dari tanaman nanas yang terlalu tua,
terutama tanaman yang pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari
cukup tinggi tanpa pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan
getas atau rapuh (short, coarse and brittle fibre). Oleh sebab, itu untuk
mendapatkan serat yang kuat, halus dan lembut perlu dilakukan pemilihan pada
daun-daun nanas yang cukup dewasa yang pertumbuhannya sebagian terlindung dari
sinar matahari.
2.2. Pertekstilan
Tekstil berasal dari
bahasa latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau tenunan. Namun secara
umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda yang bahan bakunya berasal
dari serat (umumnya adalah kapas, poliester, rayon) yang dipintal (spinning)
menjadi benang dan kemudian dianyam/ditenun (weaving) atau dirajut (knitting)
menjadi kain yang setelah dilakukan penyempurnaan (finishing) digunakan untuk
bahan baku produk tekstil. Produk tekstil disini adalah pakaian jadi (garment),
tekstil rumah tangga, dan kebutuhan industri.
Sejarah
pertekstilan Indonesia dapat dikatakan dimulai dari industri rumahan tahun 1929
dimulai dari sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting)
dengan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw
atau yang dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan
oleh Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional
seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk), dan selendang. Penggunaan
ATBM mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan
pada tahun 1939 di Majalaya-Jawa Barat, dimana di daerah tersebut mendapat
pasokan listrik pada tahun 1935. Dan sejak itu industri TPT Indonesia mulai
memasuki era teknologi dengan menggunakan ATM.
Tahun
1960-an, sesuai dengan iklim ekonomi terpimpin, pemerintah Indonesia membentuk
Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) yang antara lain seperti OPS Tenun Mesin;
OPS Tenun Tangan; OPS Perajutan; OPS Batik; dan lain sebagainya yang
dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Tekstil dimana pengurus GPS
Tekstil tersebut ditetapkan dan diangkat oleh Menteri Perindustrian Rakyat.
2.3.
Extraksi Serat Daun Nanas
Secara tradisional usaha pemanfaatan
daun nanas untuk diambil seratnya sudah lama dilakukan. Beberapa suku pedalaman
di Indonesia sudah memanfaatkan serat nanas dan bahkan sampai sekarang sudah
berkembang seperti di Bali dan Pekalongan. Selain itu telah banyak juga
dimanfaatkan di Philipina, Cina, India, Taiwan, dan Afrika. Serat nanas ini
digunakan sebagai tekstil kasar, sepatu, topi, jaring, dan pakaian dalam. Serat
yang bermutu baik dihasilkan dari daun yang sudah matang. Daun matang ini
ditandai dengan kemasakan pada buahnya, yaitu pada waktu tanaman berumur 12
sampai 18 bulan.
Pemisahan atau pengambilan serat nanas dari
daunnya (fiber extraction) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
tangan (manual) ataupun dengan peralatan decorticator. Cara yang paling umum
dan praktis adalah dengan proses water retting dan scraping atau secara manual.
Water retting adalah proses yang dilakukan oleh micro-organism (bacterial
action) untuk memisahkan atau membuat busuk zat-zat perekat (gummy
substances) yang berada disekitar serat daun nanas, sehingga serat akan
mudah terpisah dan terurai satu dengan lainnya. Proses retting dilakukan
dengan cara memasukkan daun-daun nanas kedalam air dalam waktu tertentu. Karena
water retting pada dasarnya adalah proses micro-organisme, maka beberapa faktor sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan proses ini, antara lain kondisi dari retting water, pH
air, temperatur, cahaya, perubahan kondisi lingkungan, aeration,
macro-nutrients, jenis bacteri yang ada dalam air, dan lamanya waktu proses.
Daun-daun nanas yang telah mengalami proses
water retting kemudian dilakukan proses pengikisan atau pengerokan (scraping)
dengan menggunakan plat atau pisau yang tidak tajam untuk menghilangkan zat-zat
yang masih menempel atau tersisa pada serat, sehingga serat-serat daun nanas
akan lebih terurai satu dengan lainnya. Serat-serat tersebut kemudian dicuci
dan dikeringkan. Karena dilakukan dengan tangan (manual), proses water retting
dan terutama pada proses scraping diperlukan keahlian dan kesabaran seseorang
untuk mengerjakannya. Penelitian menunjukkan kadang proses water retting ini
akan menghasilkan warna serat daun nanas yang kecoklat-coklatan akibat adanya
proses micro-organism yang tumbuh pada serat tersebut, yang pada umumnya
dikenal dengan istilah rust atau karat.
Cara extraction serat daun nanas
dapat juga dilakukan dengan peralatan yang disebut mesin Decorticator, prosesnya
disebut dengan dekortikasi. Mesin decorticator terdiri dari suatu cylinder atau
drum yang dapat berputar pada porosnya. Pada permukaan cylinder terpasang
beberapa plat atau jarum-jarum halus (blades) yang akan menimbulkan
proses pemukulan (beating action) pada daun nanas, saat cylinder
berputar. Gerakan perputaran cylinder dapat dilakukan secara manual (tenaga
manusia) atau menggunakan motor listrik. Saat cylinder berputar, daun-daun
nanas, sambil dipegang dengan tangan, disuapkan diantara cylinder dan pasangan
rol dan plat penyuap. Karena daun-daun nanas yang disuapkan mengalami proses
pengelupasan, pemukulan dan penarikan (crushing, beating and pulling action)
yang dilakukan oleh plat-plat atau jarum-jarum halus (blades) yang
terpasang pada permukaan cylinder selama berputar, maka kulit daun ataupun
zat-zat perekat (gummy substances) yang terdapat disekitar serat akan
terpisah dengan seratnya.
Pada setengah proses decorticasi dari daun
nanas yang telah selesai, kemudian dengan pelan, daun nanas ditarik kembali.
Dengan cara yang sama ujung daun nanas yang belum mengalami proses decorticasi
disuapkan kembali ke cylinder dan pasangan rol penyuap. Kecepatan putaran
cylinder, jarak setting antara blades dan rol penyuap, serta kecepatan
penyuapan akan mempengaruhi terhadap keberhasilan dan kualitas serat yang
dihasilkan.
Untuk memudahkan pemisahan zat-zat yang ada
disekitar serat dan menghindari kerusakan pada serat, proses decorticasi
sebaiknya dilakukan pada kondisi daun dalam keadaan segar dan basah (wet condition).
Daun-daun nanas yang telah mengalami proses dekortikasi, kemudian dicuci dan
dikeringkan melalui sinar matahari, atau dapat dilakukan dengan cara-cara yang
lain.
3.4.
Sifat Serat Daun Nenas
Sifat serat yang penting terkait dengan
pemintalannya menjadi benang adalah keuletan (tenacity), daya
mulur (elongation), kehalusan (fineness),
kebersihan (cleanliness), kekakuan (stiffness),
panjang (length), dan permukaan (surface) (Nebel, 1995).
Sifat-sifat dasar benang dan kain yang baik adalah memiliki panjang
cukup dan kehalusan baik, kekuatan tarik sedang, dan dapat dilipat.
Selain itu masih ada persyaratan lain
untuk pemakaian yaitu memiliki daya serap terhadap zat warna yang baik, tahan
terhadap kondisi asam dan alkali, serta tahan terhadap perubahan suhu dan sinar
matahari (Hartanto dan Watanabe, 2003). Kandungan serat nanas terdiri dari
selulose (56 62%), hemiselulose (16 19%), pektin (22,5%), lignin (9 13%), lemak
dan lilin (4 7%), air terlarut (1 1,5%), dan abu (2 3%) (Chongwen, 2001).
Kandungan pektin, hemiselulose, dan lignin sangat menentukan kemudahannya dalam
pemisahan bundel serat (Kessler et al., 1999).
Lignin dan pektin merupakan bahan yang
lengket dan berpengaruh terhadap sifat keuletan sehingga tidak dikehendaki
keberadaannya (Nebel, 1995) Sel tunggal serat nanas memiliki diameter 7 18μm
dan panjang 3 8 mm (Chongwen, 2001), jika dilihat dari kebutuhan untuk
penggunaan umum dalam industri tekstil diameternya sekitar 10 30 μm serat ini
sudah memenuhi persyaratan (Hartanto dan Watanabe, 2003). Sifat-sifat fisik
serat nanas sebagai dalam bundel serat memiliki kehalusan 2,5 5,5 tex, panjang
10 90 mm, daya mulur 3,42%, keuletan 42,6 CN/tex, modulus 10,2 CN/tex, dan masa
jenis 1,543 g/cm3. Daya mulur serat nanas lebih rendah dibandingkan serat kapas
(8,5%).
Serat nanas lebih higroskopies jika
dibandingkan serat dari kapas, abaka, dan yute. Sifat ini menunjukkan kemampuan
serat untuk mengikat uap air yang pada akhirnya menentukan kenyamanan pada
pakaian. Kapas hanya mampu menyerap sekitar 7 8% sedangkan nanas lebih dari
10%. Kain dari serat daun nanas memiliki sifatsifat kenampakan yang baik, mirip
linen atau sutera, berwarna putih, lembut dan ringan, kuat, elegan, mudah dalam
perawatan, dapat menyerap pewarna kain, dan sangat kuat.
2.5. Prospek Serat
Nenas
Prospek serat nanas di Indonesia cukup
bagus mengingat luas panen yang begitu besar yaitu sekitar 80 ribu hektar (FAO,
2004). Berat biomassa daun yang dihasilkan dari setiap hektar adalah 100 130
ton pada populasi 50 60 ribu tanaman (Sobir-Pusat Kajian Buah Tropika Institut
Pertanian Bogor (PKBT-IPB), komunikasi pribadi). Chongwen (2001) menyatakan
kandungan serat pada daun nanas adalah sekitar 3%. Berdasarkan kedua hal
tersebut maka jumlah serat yang dapat dihasilkan adalah sekitar 3 3,9 ton/ha.
Angka-angka tersebut memperlihatkan besarnya potensi nanas sebagai sumber bahan
baku serat.
Daun nanas merupakan limbah dari budi
daya nanas sehingga harga bahan bakunya murah. Pada sisi yang lain pemanfaatan
serat daun tanaman ini dapat meningkatkan pendapatan petani dengan memberikan
nilai tambah terhadap bahan yang biasanya belum memiliki nilai ekonomi. Sebagai
gambaran misalnya produk kain batik serat nanas dari perajin di Pekalongan
mencapai harga 1,5 3 juta rupiah untuk kain berukuran 2,56 m x 1,15 m. Harga
mahal ini disebabkan keterbatasanbahan baku dan permasalahan teknis pemrosesan
menjadi kain yang masih tradisional. Disini terlihat bahwa nilai ekonomi kain
dari serat nanas cukup bagus. Ketersediaan teknologi untuk pengolahan serat
nanas dari proses ekstraksi serat, pemintalan, dan penenunan belum memadai.
Teknologi yang ada pada saat ini pada
umumnya dirancang untuk serat kapas. Serat nanas memerlukan perlakuan kimiawi
terlebih dulu berupa degumming atau modifikasi untuk menghilangkan bahan
nonselulose agar dapat terikat serat tunggal menjadi bundel serat. Setelah
mengalami perlakuan kimiawi, maka serat ini dapat dipintal pada mesin pintal
rami maupun kapas menjadi benang yang baik.
Kultivar-kultivar nanas yang ada pada
saat ini tidak seluruhnya menghasilkan serat dengan mutu yang baik. Di
Philipina misalnya, serat nanas yang baik berasal dari 'Red Spanish' atau
'Perolera' dengan memangkas buah pada waktu muda. Berbeda dengan di Pekalongan
dan Pemalang, Jawa Tengah, kultivar yang digunakan adalah 'Queen' yang
dibudidayakan untuk menghasilkan buah dan serat dari daun sekaligus. 'Smooth
Cayenne' merupakan contoh kultivar yang kurang bagus kualitas seratnya.
Beragamnya kultivar tanaman nanas dan mutu serat yang dihasilkan memerlukan
pemuliaan tanaman dan kajian-kajian lain. Pemuliaan tanaman nanas ditujukan
untuk mendapatkan kultivar nanas yang sesuai. Artinya, menghasilkan serat yang
memenuhi persyaratan untuk bahan baku tekstil dengan produktivitas serat tinggi
selain itu juga menghasilkan buah yang baik mutunya.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Tekstil berasal dari bahasa
latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau tenunan. Namun secara umum
tekstil diartikan sebagai sebuah barang/benda yang bahan bakunya berasal dari
serat (umumnya adalah kapas, poliester, rayon) yang dipintal (spinning) menjadi
benang dan kemudian dianyam/ditenun (weaving) atau dirajut (knitting) menjadi
kain yang setelah dilakukan penyempurnaan (finishing) digunakan untuk bahan
baku produk tekstil.
Nanas
(Ananas comosus L.) umumnya dikenal sebagai sumber bahan pangan berupa
buah nanas. Selain itu daun nanas mengandung serat yang cukup potensial sebagai
bahan baku tekstil maupun non-tekstil.
Serat nanas ini digunakan sebagai
tekstil kasar, sepatu, topi, jaring, dan pakaian dalam. Serat yang bermutu baik
dihasilkan dari daun yang sudah matang. Daun matang ini ditandai dengan
kemasakan pada buahnya, yaitu pada waktu tanaman berumur 12 sampai 18 bulan.
Sifat serat yang penting terkait dengan
pemintalannya menjadi benang adalah keuletan (tenacity), daya
mulur (elongation), kehalusan (fineness),
kebersihan (cleanliness), kekakuan (stiffness),
panjang (length), dan permukaan (surface) (Nebel, 1995).
Sifat-sifat dasar benang dan kain yang baik adalah memiliki panjang
cukup dan kehalusan baik, kekuatan tarik sedang, dan dapat dilipat.
Pemuliaan tanaman nanas ditujukan untuk
mendapatkan kultivar nanas yang sesuai. Artinya, menghasilkan serat yang
memenuhi persyaratan untuk bahan baku tekstil dengan produktivitas serat tinggi
selain itu juga menghasilkan buah yang baik mutunya.
3.2.
Saran
Untuk
saran, diharapkan pada setiap anggota kelompok lebih aktif dan berperan serta
dalam pembuatan suatu tugas yang diberikan oleh dosen. Agar tujuan dari yang
diharapkan bisa tercapai setelah pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar